Perlu
diketahui bahwa pembelajaran di Australia memiliki cara yang efisien. Di
Universitas Melbourne, pelatihan calon guru tidak hanya dilakukan pada saat KKN
dan PPL. Kuliah pun juga bekerja sama dengan sekolah. Dosen-dosen Universitas
si Australia memiliki hubungan baik dengan guru-guru di sekolah. Kuliah disana
pada intinya terdiri dari dua macam yaitu kuliah di kampus dan di sekolah.
Pembelajaran di kampus pun tidak hanya teori saja, mereka disana belajar dan
diajari dengan lebih real. Bahkan siswa-siswa SD disana sudah diberi motivasi.
Para siswa SD itu juga sudah dikenalkan dengan situasi akademik.
Berbicara soal pendidikan,
didalamnya tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab pemerintah terhadap
peningkatan kualitas SDM di indonesia. Termasuk juga peranan masyarakat sebagai
pelaku utama pendidikan. Kesadaran masyarakat bahwa pendidikan bukan sekedar
formalitas belaka namun mengerti dan memahami dengan benar bagaimana
berinvestasi pada pendidikan. Peranan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan
pendidikan tidak akan maksimal tanpa partisipasi masyarakat didalamnya,
mengingat adanya pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat untuk
investasi didunia kerja (bekerja atau lainnya) daripada investasi pendidikan.
Mungkin masih dapat diterima jika mengacu pada masyarakat yang kurang mampu.
Pendidikan sendiri telah
didefinisikan sebagai sebuah upaya yang direncanakan untuk mendirikan suatu
lingkungan belajar dan proses kegiatan pendidikan sehingga siswa secara aktif
dapat mengembangkan / potensi nya yang ada pada dirinya sendiri untuk
mendapatkan tingkat religius dan spiritual, kesadaran, kepribadian, kecerdasan,
perilaku dan kreativitas untuk dirinya sendiri, lainnya warga negara dan untuk
bangsa. Konstitusi juga telah mencatat kalau pendidikan di
Indonesiasecara garis besar telah dibagi menjadi dua bagian yaitu pendidikan
formal dan non-formal. Selanjutnya pendidikan formal juga masih dibagi lagi
menjadi tiga level yaitu, tingkat primer, sekunder dan pendidikan tinggi.
Sekolah sekolah yang ada di
Indonesia dijalankan baik oleh pemerintah (Negeri) atau pribadi (Swasta).
Beberapa sekolah dari swasta menyebut diri mereka sebagai "sekolah
nasional plus" yang berarti bahwa mereka melampaui ketentuan minimum
pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan penggunaan kurikulum bahasa Inggris
atau internasional di samping kurikulum nasional.
Bukti nyata dari gejala-gejala
ketidakefektifan pendidikan di indonesia adalah banyaknya penggangguran di
indonesia termasuk “produk-produk gagal” bertitle S1 meskipun hal ini tidak
terlepas dari dampak krisis ekonomi dunia tapi setidaknya indikasi bahwa produk
pendidikan kita belum siap berhadapan dengan kerasnya globalisasi dan
persaingan didunia luar. Data statistik yang banyak dilansir media-media yang
beredar memang menyebutkan bahwa tingkat penggangguran di indonesia telah
mengalami penurunan, dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi indonesia yang
semakin membaik. Tapi realita di lapangan masih menyisakan keprihatinan
tersendiri. Bagaimana tidak, masih banyak pekerjaan yang tidak layak disebut
pekerjaan seperti pemecah batu, penambang pasir hingga pekerja seks yang
mengkomersilkan diri (mungkin hal semacam ini dimasukan oleh
organisasi-organisasi yang melakukan survey sehingga data statistik pertumbuhan
ekonomi kita mengalami peningkatan) meskipun variabel-variabel tersebut tidak
dapat dipakai sebagai patokan utama penilaian keberhasilan atau kegagalan
pendidikan di indonesia. Setidaknya saya selalu berpendapat bahwa kemiskinan
itu identik dengan kebodohan. Dan jika masyarakat kita masih banyak yang hidup
dalam kemiskinan, saya dengan mudah menyimpulkan bahwa pendidikan kita
mengalami kegagalan. Yang jelas kualitas pendidikan kita akan selalu menjadi
tanda tanya besar di masa yang akan datang.
Sistem pendidikan saat ini seperti
lingkaran setan, jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu UN karena yang
mengetahui karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut
betul sekali, namun pada kenyataannya di lapangan, sering kali saya lihat nilai
raport yang dimanipulasi, jarang bahkan mungkin tidak ada guru yang tidak
memanipulasi nilainya dengan berbagai macam alasan, kasihan siswanya, supaya
terlihat guru tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4
atau 5 di raport dan lain sebagainya. Mengapa guru bersikap demikian, mengapa
nilai siswa-siswa banyak yang belum tuntas, salahkah guru?? Jawabannya bisa ya
bisa tidak, bisa ya karena mungkin guru tersebut tidak memiliki kompetensi
mengajar yang memadai, bisa tidak, karena sistem pendidikan Indonesia
mengharuskan siswa mempelajari bidang studi yang terlalu banyak. Rata-rata
bidang studi yang harus mereka pelajari selama satu tahun pelajaran adalah 16
bidang studi, dengan materi untuk tiap bidang studi juga banyak, abstrak dan
tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.
Sistem pendidikan kita terlalu
memaksa anak untuk dapat menguasai sekian banyak bidang studi dengan materi
yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat anak merasa tertekan/stress
yang dampaknya membuat mereka suka bolos, bosan sekolah, tawuran, mencontek,
dan lain-lain. Yang pada akhirnya mereka tidak dapat mengerjakan ujian dengan
baik, nilai mereka kurang padahal sudah dilakukan remidi, dan supaya dianggap
bisa mengajar atau karena tidak boleh ada nilai kurang atau karena kasihan
beban pelajaran siswa terlalu banyak, kemudian guru melakukan manipulasi nilai
raport. Nilai raport inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh
beasiswa atau melanjutkan kuliah atau ikut PMDK dan lain sebagainya.
Jika memang tetap sekolah yang akan
dijadikan satu-satunya alat untuk mencerdaskan seseorang, maka sistem pendidikan
Indonesia harus diubah, tidak boleh memaksakan siswa, kurikulum disesuaikan
dengan kompetensi dasar masing-masing siswa, bidang studi yang diajarkan tidak
terlalu banyak dan materi untuk tiap bidang studi disesuaikan dengan
perkembangan siswa.
Referensi: