Esensialisme
berasal dari kosakata Bahasa Inggris essentials yang artinya hal-hal
yang perlu, barang-barang yang perlu, dan sifat-sifat dasar yang mendapat
akhiran –isme. Sehingga esensialisme dapat diartikan faham/aliran yang
memiliki karakteristik mendasar, yang perlu, mengenai hakikatnya sebagai
manusia. Bahwasannya yang dimaksud dengan sifat mendasar manusia adalah fitrah
manusia itu sendiri. Secara fitrah, manusia adalah lemah dan terbatas, ia tidak
mengetahui hakikat dirinya dan alam sekitarnya yang ia tidak bisa menjangkaunya
dengan akal, sehingga ia membutuhkan informasi dari yang Maha Tahu.
Esensialisme
dalam konteks pendidikan adalah aliran/faham pemikiran dalam bidang pendidikan
yang ia terikat dengan aturan-aturan, tidak memberikan sepenuhnya kepada akal
manusia untuk mencari pengetahuan. aliran ini adalah lawan dari progressivisme
karena esensialisme tidak memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang
penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak
ada keterkaitan dengan doktrin trtentu, sehingga mudah goyah dan kurang
terarah, sehingga aliran ini memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan arah
yang jelas.
Esensialisme
mulai dikembangkan oleh para pengusungnya pada abad ke-16. Diantara
pengusungnya adalah John Amus Comenius (1592-1670) yang ber-pendapat bahwa
pendidikan mempunyai peranan membentuk paserta didik sesuai dengan kehendak
Tuhan, karena dunia pada hakikatnya adalah dinamis dan bertujuan. sedangkan
Johann Friederic Frobel (1782-1852) berpendapat bahwa pendidikan adalah
memimpin anak didik ke arah kesadaran diri sendiri yang murni dan selaras
dengan fitrah kejadiaannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan umum aliran
esensialisme adalah untuk membentuk pribadi yang bahagia di dunia dan di
akhirat.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar