Minggu, 20 Januari 2013

Aspek pembelajaran di Luar Negeri


Perlu diketahui bahwa pembelajaran di Australia memiliki cara yang efisien. Di Universitas Melbourne, pelatihan calon guru tidak hanya dilakukan pada saat KKN dan PPL. Kuliah pun juga bekerja sama dengan sekolah. Dosen-dosen Universitas si Australia memiliki hubungan baik dengan guru-guru di sekolah. Kuliah disana pada intinya terdiri dari dua macam yaitu kuliah di kampus dan di sekolah. Pembelajaran di kampus pun tidak hanya teori saja, mereka disana belajar dan diajari dengan lebih real. Bahkan siswa-siswa SD disana sudah diberi motivasi. Para siswa SD itu juga sudah dikenalkan dengan situasi akademik.
Berbicara soal pendidikan, didalamnya tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab pemerintah terhadap peningkatan kualitas SDM di indonesia. Termasuk juga peranan masyarakat sebagai pelaku utama pendidikan. Kesadaran masyarakat bahwa pendidikan bukan sekedar formalitas belaka namun mengerti dan memahami dengan benar bagaimana berinvestasi pada pendidikan. Peranan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan pendidikan tidak akan maksimal tanpa partisipasi masyarakat didalamnya, mengingat adanya pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat untuk investasi didunia kerja (bekerja atau lainnya) daripada investasi pendidikan. Mungkin masih dapat diterima jika mengacu pada masyarakat yang kurang mampu.
Pendidikan sendiri telah didefinisikan sebagai sebuah upaya yang direncanakan untuk mendirikan suatu lingkungan belajar dan proses kegiatan pendidikan sehingga siswa secara aktif dapat mengembangkan / potensi nya yang ada pada dirinya sendiri untuk mendapatkan tingkat religius dan spiritual, kesadaran, kepribadian, kecerdasan, perilaku dan kreativitas untuk dirinya sendiri, lainnya warga negara dan untuk bangsa. Konstitusi juga telah  mencatat kalau pendidikan di Indonesiasecara garis besar telah dibagi menjadi dua bagian yaitu pendidikan formal dan non-formal. Selanjutnya pendidikan formal juga masih dibagi lagi menjadi tiga level yaitu, tingkat primer, sekunder dan pendidikan tinggi.
Sekolah sekolah yang ada di Indonesia dijalankan baik oleh pemerintah (Negeri) atau pribadi (Swasta). Beberapa sekolah dari swasta menyebut diri mereka sebagai "sekolah nasional plus" yang berarti bahwa mereka melampaui ketentuan minimum pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan penggunaan kurikulum bahasa Inggris atau internasional di samping kurikulum nasional.
Bukti nyata dari gejala-gejala ketidakefektifan pendidikan di indonesia adalah banyaknya penggangguran di indonesia termasuk “produk-produk gagal” bertitle S1 meskipun hal ini tidak terlepas dari dampak krisis ekonomi dunia tapi setidaknya indikasi bahwa produk pendidikan kita belum siap berhadapan dengan kerasnya globalisasi dan persaingan didunia luar. Data statistik yang banyak dilansir media-media yang beredar memang menyebutkan bahwa tingkat penggangguran di indonesia telah mengalami penurunan, dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi indonesia yang semakin membaik. Tapi realita di lapangan masih menyisakan keprihatinan tersendiri. Bagaimana tidak, masih banyak pekerjaan yang tidak layak disebut pekerjaan seperti pemecah batu, penambang pasir hingga pekerja seks yang mengkomersilkan diri (mungkin hal semacam ini dimasukan oleh organisasi-organisasi yang melakukan survey sehingga data statistik pertumbuhan ekonomi kita mengalami peningkatan) meskipun variabel-variabel tersebut tidak dapat dipakai sebagai patokan utama penilaian keberhasilan atau kegagalan pendidikan di indonesia. Setidaknya saya selalu berpendapat bahwa kemiskinan itu identik dengan kebodohan. Dan jika masyarakat kita masih banyak yang hidup dalam kemiskinan, saya dengan mudah menyimpulkan bahwa pendidikan kita mengalami kegagalan. Yang jelas kualitas pendidikan kita akan selalu menjadi tanda tanya besar di masa yang akan datang.
Sistem pendidikan saat ini seperti lingkaran setan, jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu UN karena yang mengetahui karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut betul sekali, namun pada kenyataannya di lapangan, sering kali saya lihat nilai raport yang dimanipulasi, jarang bahkan mungkin tidak ada guru yang tidak memanipulasi nilainya dengan berbagai macam alasan, kasihan siswanya, supaya terlihat guru tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4 atau 5 di raport dan lain sebagainya. Mengapa guru bersikap demikian, mengapa nilai siswa-siswa banyak yang belum tuntas, salahkah guru?? Jawabannya bisa ya bisa tidak, bisa ya karena mungkin guru tersebut tidak memiliki kompetensi mengajar yang memadai, bisa tidak, karena sistem pendidikan Indonesia mengharuskan siswa mempelajari bidang studi yang terlalu banyak. Rata-rata bidang studi yang harus mereka pelajari selama satu tahun pelajaran adalah 16 bidang studi, dengan materi untuk tiap bidang studi juga banyak, abstrak dan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.
Sistem pendidikan kita terlalu memaksa anak untuk dapat menguasai sekian banyak bidang studi dengan materi yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat anak merasa tertekan/stress yang dampaknya membuat mereka suka bolos, bosan sekolah, tawuran, mencontek, dan lain-lain. Yang pada akhirnya mereka tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik, nilai mereka kurang padahal sudah dilakukan remidi, dan supaya dianggap bisa mengajar atau karena tidak boleh ada nilai kurang atau karena kasihan beban pelajaran siswa terlalu banyak, kemudian guru melakukan manipulasi nilai raport. Nilai raport inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh beasiswa atau melanjutkan kuliah atau ikut PMDK dan lain sebagainya.
Jika memang tetap sekolah yang akan dijadikan satu-satunya alat untuk mencerdaskan seseorang, maka sistem pendidikan Indonesia harus diubah, tidak boleh memaksakan siswa, kurikulum disesuaikan dengan kompetensi dasar masing-masing siswa, bidang studi yang diajarkan tidak terlalu banyak dan materi untuk tiap bidang studi disesuaikan dengan perkembangan siswa.
Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar